bismillah
Menuju Jambi Bebas Banjir Dengan Tata Jalan Yang Baik
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, yang tidak terlepas dari pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Di dalam aktivitas ini sering dilakukan perubahan-perubahan terhadap sumber daya alam. Perubahan-perubahan tentunya akan berpengaruh terhadap lingkungan hidup. Makin tinggi pembangunan, makin tinggi pula perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup.
Pertumbuhan kota dan pengembangan industri menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap siklus hidrologi sehingga berpengaruh besar terhadap sistem drainase perkotaan. Contoh saja, di Kota Jambi beberapa kawasan acap kali menerima banjir, atau banjir kiriman sekalipun. Hal ini dikarenakan perkembangan urbanisasi, menyebabkan perubahan tata guna lahan, sedangkan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh tata guna lahan. Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur air, baik alur alam maupun alur buatan yang hulunya terletak di koa dan muaranya di sungai yang melewati kota tersebut atau bermuara ke laut. Drainase perkotaan melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota dengan cara mengalirkannya melalui permukaan tanah (surface drainage) atau lewat di bawah permukaan tanah (sub surface drainage) untuk dibuang ke sungai, danau dan laut. Kelebihan air tersebut dapat berupa air hujan, air limbah domestik maupun limbah industri. Oleh karena itu drainase perkotaan harus terpadu.
Namun di Jambi, dan umumnya di kota-kota di Indonesia, drainase pinggir jalan itu bukan saluran untuk mengeringkan jalan saja tapi juga saluran air kotor dari pemukiman penduduk di sepanjang jalan. Rumah dan kantor, bahkan komplek perumahan membuang air dan juga sampah pada saluran drainase jalan yang ada. Jadi, walaupun ada drainase, tapi tidak dirawat. Akibatnya, ketika hujan banyak sekali jalan di Jambi tergenang banjir. Pada saat banjir, kendaraan tetap melintas, ini menyebabkan kerusakan. Contoh: pada kawasan Pattimura dan Bangunan Bawah Kota Jambi.
Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan, drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaimana diluar perkotaan, ada juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase jalan raya perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka jalan. Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet tegak ataupun inflet horizontal. Pola aliran pembuangan yang ideal untuk suatu perkotaan ialah elevasi fasilitas outlet harus di atas muka maksimum pembuangan. Sehingga terjadinya muka air balik pada saluran drainase dapat dihindari.
Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan, sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan ke arah median jalan maka saluran akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus, menikung, maka kemiringan jalan satu arah, tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan satu arah pada jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan yaitu sisi yang rendah.
Sering sekali kita lihat dan kita alami saat hujan besar dan lumayan lama frekuensinya di Jambi, dalam beberapa menit saja, beberapa kawasan langsung digenangi banjir. Contohnya pada kawasan POM Bensin Simpang Bangunan Bawah. Yang kadang, untuk melintasi daerah itu saat banjir, orang-orang harus mendorong motor mereka karena mogok. Selain itu Saluran air harusnya merupakan bagian dari jalan sebenarnya. Tapi untuk kota, biasanya saluran pinggir jalan juga menjadi saluran perumahan, kios (toko) dan paling parah adalah Ruko dan saluran pembuangan.
‘Sudah jatuh tertimpa tangga’, perumpamaan inilah yang cocok jika mengalaminya. Sudah banjir, untuk melewati kawasan banjir tersebut pun, perlu kehati-hatian, karena ditakutkan pengendara jatuh di tengah banjir akibat lubang pada jalan tersebut. Salah satu masalah lain yang juga dapat di amati di Kota Jambi ini, ialah hampir semua jalan di Kota Jambi menggunakan campuran agregat (batu pecah) dan aspal. Musuh utama aspal adalah air, karena air bisa melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Kerusakan yang umum terjadi di jalan-jalan dalam kota adalah adanya air yang menggenangi permukaan jalan.
Pada saat ikatan aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang akan merusak ikatan tersebut dan permukaan jalan pada akhirnya. Tipikal kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semua kecil dapat membesar dengan cepat. Itulah sebabnya kerusakan jalan sering dikatakan bersifat eksponensial
Ketika aspal ikatannya longgar pun, sebenarnya tidak masalah kalau tidak ada beban. Namun, ketika ikatannya longgar lalu ada kendaraan lewat, inilah yang mengawali kerusakan. Awalnya muncul lubang kecil. Air kemudian masuk lagi ke lubang tersebut. Akhirnya, lobang yang kecil tadi semakin membesar. Hubungan kerusakan jalan terhadap waktu terjadi secara eksponensial.
Tipikal kerusakan karena kualitas dan diperparah oleh air adalah terjadinya tidak menerus, hanya berupa spot-spot saja. Kalau karena beban, cenderung terjadinya menerus dan bahkan bisa sepanjang jalan. Yang banyak ditemui di jalan-jalan kota Bandung adalah lubang tidak terlalu lebar tapi dalam. Ini salah satu contoh kerusakan jalan karena kualitas jalan yang buruk dan diperparah oleh air, khususnya air yang menggenang.
Sebenarnya, ketika jalan didesain, ia harus kuat terhadap beban lalu lintas. Umur rencana lima tahun umumnya diterapkan untuk jalan baru. Jalan yang rusak karena beban biasanya bercirikan retak dan kadang disertai dengan amblas. Contohnya pada jalan lintas dari gerbang Muaro Jambi menuju arah ke Simpang Rimbo.
Sedikit solusi dari permasalahan yang dihadapi Kota Jambi atau mungkin juga Kota-Kota lain umumnya di Indonesia ialah jika melakukan perbaikan drainase jalan di kawasan padat, perlu dipertimbangkan untuk membuat yang lebih dalam, termasuk sistem inlet-nya untuk mereduksi aliran sampah ikut masuk ke dalam drainase. Sebab pemisahan antara saluran drainase jalan dan saluran pembuangan air kotor pemukiman mungkin sulit diterapkan karena selain keterbatasan juga umumnya masalah tersebut terjadi pada daerah terbangun yang cukup padat dan sudah berlangsung lama. Untuk desain pembanguan drainase jalan atau perbaikan drainase jalan perlu memperhatikan kondisi tata guna lahan disekitarnya.
PAPER EKOLUM
Monday, January 24, 2011 |
Label:
academic
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment